Ketigabelas

#Prompt145

Ketigabelas

Malam ini wajah pucatnya berbeda dari biasanya. Ada satu garis keresahan yang dapat aku rasakan. Ia berdiri di depan pintu kamar. Matanya menyapu semua ruangan, menatap satu persatu wajah anak-anak yang sedang bercengkrama. Semuanya perempuan dengan jarak usia yang berdekatan. 

Hampir dua puluh tahun pernikahan, ia lalui tanpa seorang anak. Kemudian setelah anak pertama lahir, kehamilan pun mudah didapat. Ia tak pernah marah dengan tingkah mereka. Seribut apa dan seberantakan apa pun rumahnya. Anak-anak yang selalu ceria. Dapat menerima keadaan apa adanya. Keceriaan yang selalu membuatnya bahagia. 

Tapi malam ini tawa anak-anak itu tak lagi mampu menghiburnya. Langit seakan bergelayut di setiap helai rambutnya.

"Ibu, baik-baik aja, Bu?" Tanya Si Sulung yang sedang mengajarkan adik bungsunya membaca.

"Ya, Ibu baik-baik saja." Jawabnya sambil tersenyum. Tapi aku tahu ada kebohongan di balik kalimatnya.

Sulung kembali meneruskan bacaan dan ia kembali dalam kebimbangan. 

Pukul delapan malam. Aku tahu ini adalah waktu yang semakin mendebarkan untuknya. Sebuah ketukan pintu membuat wajahnya semakin pucat. Detak jantungnya terdengar semakin keras saat lelaki berambut penuh uban itu menghampirinya.

"Kau sudah siapkan, Sayang?"

Dirinya hanya bisa mengangguk. Tak lama seorang wanita yang kira-kira dua puluh tahun lebih muda darinya ikut masuk menghampiri. Menatapnya tajam dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Desiran darahnya pun terasa semakin bergejolak. 

"Aku ngga yakin bisa, Mas." ucapnya ragu.

"Kamu pasti bisa. Hari ini sudah kita perkirakan sejak lama. Bersiaplah."

Tangan wanita muda itu memegang pergelangan tangannya. Membuat keringat dinginnya mulai merangsek keluar dari pori-pori kening dan mulai menetes ke lantai. Dirinya tak dapat mengelak lagi saat wanita muda itu menariknya perlahan menuju kamar.

"Jaga adik-adikmu dulu yah." Ucapnya kembali pada Sulung saat berjalan menuju ke kamar.

Anak-anak semua terdiam, berkumpul, mengiringi langkah ibunya hingga masuk ke dalam kamar. Lelaki tua pun menutup pintu kamar dan menguncinya. 

"Tak ada yang perlu ditakutkan. Semua akan berjalan lancar seperti biasanya." Ujar wanita muda itu sambil mengusap keningnya yang penuh keringat.

Dirinya mulai berbaring. Melafalkan segala puja dan puji seperti biasa. Kemudian cairan menyembur dan darah mulai menetes, memenuhi ranjang yang telah ia persiapkan sendiri sedari sore tadi. Bibirnya mengatup, rapat. Tak ada ucapan lagi yang terdengar darinya hanya desahan napas teratur tanpa erangan. Tangannya menggenggam erat bahu lelaki beruban yang berada di sampingnya. Perlahan perutnya mulai mengempis diiringi tangisan melengking.

"Lihatlah, apa aku bilang? Kamu pasti bisa."
Ujar lelaki itu penuh kebahagiaan.

"Syukurlah semua lancar, mengingat usia ibu yang sudah lima puluh tahun lebih, walau berisiko, alhamdulillaah bayinya selamat dan juga sehat."

Wanita muda menyerahkan aku kepada lelaki tua. Dan semua tersenyum menyambut kedatanganku, anak laki-laki yang ketigabelas.

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Ketigabelas"